BERITA SOLO ■ Sebuah bangunan unik berdiri di tepi Jalan Dr Sutomo, Semarang Jawa Tengah. Dari kejauhan, ia seperti naga yang badannya timbul tenggelam diantara pepohonan. Hampir seluruh bagiannya terbuat dari kayu, dengan warna natural dan desain modern.
Bangunan berbentuk rumah panggung ini, bagian bawahnya menjadi arena bersantai. Di bagian atas, ada ruang baca dan rak-rak buku. Ada pula lantai gantung dari jaring tali temali, dimana pengunjung bisa bersantai.
Bangunan itu adalah sebuah perpustakaan kecil, dan diberi nama Warak Kayu. Hebatnya, Warak Kayu baru saja menerima penghargaan prestisius di bidang arsitektur, Architizer A+ Awards. Kemenangan itu diumumkan pada 4 Agustus 2020 lalu di New York, Amerika Serikat. Tahun ini, panitia penghargaan menerima 5 ribu karya dari lebih 100 negara dalam berbagai kategori.
Wali kota Semarang, Hendrar Prihadi, mengaku sangat bangga dengan pencapaian tersebut. Ditemui VOA, dia menyebut keberhasilan ini adalah buah kerja sama banyak pihak.
“Ini surprise ya. Saya terkejut bahwa ada penghargaan internasional yang diberikan untuk salah satu bangunan di kota Semarang, yang temanya adalah Warak. Bangunan ini didirikan pada akhir 2019 lewat sebuah proses panjang,” kata wali kota yang akrab dipanggil Hendi ini.
Dibangun dengan Kerjasama Banyak Pihak
Sejumlah pihak yang merencanakan pembangunan Warak Kayu awalnya meminta Pemerintah Kota Semarang menyediakan lahan, setidaknya 300 meter persegi. Pada saat bersamaan, pemerintah setempat sedang membangun kawasan Wonosari, Semarang Selatan.
Tidak jauh dari Warak Kayu, terdapat Kampung Pelangi, yang awalnya sebuah kawasan kumuh, dan kini disulap menjadi tempat wisata. Di sisinya, mengalir Kali Semarang dan Taman Kasmaran, sehingga menjadikan kawasan itu memiliki daya tarik bervariasi.
Hendi menilai, Warak Kayu memiliki desain yang luar biasa. Daya tariknya tidak hanya akan menjadi magnet yang menarik bagi kawasan sekitar, tetapi juga bagi Semarang secara umum. Dia juga berharap, Warak Kayu menjadi bagian dari pemompa ekonomi kawasan sekitarnya.
Kepada seluruh pihak yang telah mendukung pembangunan salah satu ikon kota Semarang masa kini itu, Hendi berterimakasih.
“Atas penghargaan ini, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada perusahaan kayu lapis yang memberikan CSR-nya (corporate social responsibility). Kedua untuk arsiteknya yang mendesain dan siapapun yang terlibat dalam pembangunan microlibrary Warak Kayu. Termasuk seluruh warga Semarang yang ikut mendukung pemilihan sehingga memenangkan penghargaan ini. Matur nuwun,” ujarnya.
Warak sendiri adalah makhluk mitos yang populer sebagai mainan bagi anak-anak di Semarang. Secara fisik merupakan gabungan beberapa jenis hewan, tergantung pembuatnya. Kepalanya kadang mirip naga, badannya serupa hewan mitos dari Arab yaitu Buroq, sedangkan kakinya sejenis kaki kambing. Mainan ini sangat populer terutama di Bulan Ramadhan. Komposisinya mewakili kebhinekaan masyarakat Semarang.
Dalam desain perpustakaan, Warak diwakili oleh kaki-kaki yang menopang bangunan di lantai 2. Sedangkan dindingnya yang penuh bukaan, meliuk seperti sisik buroq atau naga.
Populer di Kalangan Anak Muda
Kristian Benardo, salah satu pengunjung yang ditemui VOA di Warak Kayu mengaku pertama kali mengetahui bangunan ini dari unggahan sejumlah rekannya.
Perpustakaan tersebut, selain dituju untuk membaca buku-buku, teryata juga populer di kalangan anak muda semarang sebagai lokasi berfoto. Generasi milenial, seperti Kristian, turut menjadikan lokasi ini terkenal melalui kesan mereka terhadap gaya arsitektur yang muda dan dinamis.
“Kok menarik ada bangunan keren kayak gini di Semarang, makanya saya tahu ini perpustakaan baru. Kesan pertama keren banget, bangunan sebagus ini dengan model seperti ini sangat jarang di kota Semarang. Apakagi dengan konsep kayu semua, menurut saya sangat menarik. Sangat natural tetapi juga keren,” kata Kristian
Mahasiswa Akutansi di Universitas Diponegoro ini mengaku suasana sekitar perpustakaan Warak Kayu cukup mendukung. Dinding yang mengelilingi lantai 2 bangunan ini penuh bukaan sehingga angin leluasa masuk. Membaca buku menjadi kegiatan yang tidak menjemukan, karena dia merasa langsung terhubung dengan pepohonan di luar.
Sebagai warga Semarang, Kristian meyakini, penghargaan arsitektur yang diperoleh Warak Kayu akan mengangkat nama kota itu. Lokasinya juga cukup mendukung, karena berada tidak jauh dari ikon Semarang lainnya, seperti Tugu Muda dan Lawang Sewu.
Penyesuaian Saat Pandemik
Perpustakaan ini sehari-hari dikelola oleh Yayasan Harvest Center, yang juga terlibat dalam seluruh proses pembangunan. Sebelumnya, yayasan ini memang bergerak di sektor pendidikan, antara lain dengan melakukan program adopsi sekolah. Ada 61 sekolah di Semarang masuk dalam program ini, dengan kegiatan seperti pemberian makanan sehat.
Hadassah Gloria Purnama, wakil yayasan yang mengelola perpustakaan ini menyebut, program kerja yang sebelumnya sudah direncanakan sedikit berubah karena pandemik virus corona. Awalnya, perpustakan ini akan mengundang secara bergantian, 61 sekolah dalam binaan mereka, untuk datang dan berkegiatan di Warak Kayu. Tidak hanya membaca buku, mereka bisa menggelar berbagai acara edukasi lainnya.
Pandemik memaksa program tersebut ditunda. Selain itu, peraturan untuk pengunjung juga mengalami sedikit modifikasi.
“Pada dasarnya datang bebas, boleh datang dengan sesuai aturan yang ada, seperti era new normal, pakai masker, hand sanitizer, di atas harus pakai kaos kaki untuk menjaga kayu, mengisi buku yang kemudian dikasih membership card, sehingga punya nomor anggota,” ujar Hadassah.
Sistem membership ini juga bisa memberikan informasi kepada pengelola, jenis buku apa yang digemari pembaca di Warak Kayu. Klasifikasi ini mendorong pengelola dapat menyediakan buku yang lebih tepat. Seperti juga kebanyakan perpustakaan, Warak Kayu juga menerima donasi buku dari masyarakat.
Sebelum pandemik, ruangan perpustakaan ini diperkirakan dapat menampung 20 pengunjung secara bersamaan. Namun karena situasi terakhir, Hadassah menetapkan hanya separuh dari kapasitas itu yang dapat mengakses ruang utama secara bersamaan. Penyesuaian akan dilakukan seiring rekomendasi pemerintah yang terus berkembang terkait situasi pandemik.
Hadassah mengakui, minat baca terutama di kalangan anak-anak dan remaja saat ini memang menurun. Karena itu, dia berharap daya tarik arsitektural Perpustakaan Warak Kayu bisa menjadi daya tarik tambahan.
Setidaknya, pada awalnya anak-anak muda akan tertarik untuk datang karena tempatnya yang instagramable. Setelah itu, setidaknya muncul ketertarikan untuk mengeksplorasi lebih jauh, termasuk tentu saja meluangkan waktu membaca.
Atas kemenangan dalam penghargaan bergengsi tingkat dunia, Hadassah mengaku bersyukur dan bangga.“Buat saya ini sungguh luar biasa, membanggakan nama Indonesia, khususnya buat kota Semarang sendiri. Menurut saya, di Semarang jarang ada bangunan seperti ini, bahkan bisa memenangkan award,” tambah Hadassah.
Partner Sindikasi Konten: VOA
Diterbitkan: beritasolo.com
Editor: Aisha Syifa