BERITA SOLO ■ Pemerintah akan membentuk tim investigasi gabungan untuk mengusut peristiwa pembunuhan yang mengakibatkan dua warga sipil dan dua anggota TNI di Intan Jaya, Papua.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengatakan, kepolisian masih berupaya mengungkap peristiwa pembunuhan di Intan Jaya Papua.
Dua warga sipil dan dua anggota TNI meninggal dalam peristiwa ini pada tengah bulan lalu. Selain itu, kata Mahfud, pemerintah juga akan membentuk tim gabungan untuk mencari fakta-fakta terkait kasus ini. Hasil pencarian fakta tim ini nantinya akan dilaporkan ke presiden melalui Menko Polhukam.
"Selain melibatkan pejabat-pejabat terkait, juga akan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat dan akademisi yang akan segera dibentuk dalam waktu singkat ini," jelas Mahfud dalam konferensi pers online, Kamis (1/1/2020).
Mahfud menambahkan situasi di Kabupaten Intan Jaya sudah aman. Ia meminta bupati setempat memimpin daerahnya secara langsung untuk menjaga keamanan tetap kondusif. Sebab, menurut informasi yang diterimanya, bupati Intan Jaya tidak sedang berada di wilayahnya.
Kendati sudah aman, Mahfud menuturkan aparat mengalami kesulitan untuk melakukan penegakan hukum. Sebab, keluarga korban tidak mengizinkan aparat untuk memeriksa jenazah korban.
"Sementara kelompok bersenjata menyebarkan foto-foto jenazah tentang terbunuhnya orang ini. Lalu dikatakan TNI yang melakukan, itu kan tidak benar. Nah kadangkala kita disesatkan oleh narasi yang dibuat sepihak," tambah Mahfud
Mahfud mengklaim peristiwa seperti ini kerap terjadi menjelang Hari Ulang Tahun Organisasi Papua Medeka (OPM) pada 1 Desember. Ia menuding peristiwa ini terjadi karena ada orang yang ingin memisahkan Papua dari Indonesia. Ia menegaskan masuknya Papua ke dalam wilayah Indonesia sudah final seperti hasil referendum pada 1969.
"Tidak ada penolakan dari PBB, bahwa hasil referendum sah. Dan sejak saat itu, tidak ada jalan lagi bagi orang-orang tertentu di Papua untuk meminta kemerdekaan," tutur Mahfud.
Kepala kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey menyarankan pemerintah agar mandat tugas tim ini tidak hanya untuk mengurai kasus kekerasan yang menewaskan dua orang sipil dan dua tentara. Namun, mengurai semua kasus yang terjadi di Kabupaten Intan Jaya dalam setahun terakhir ini. Komnas HAM perwakilan Papua setidaknya menerima 18 laporan kekerasan di Intan Jaya sepanjang Desember 2019 hingga September 2020.
"Ada korban yang cukup banyak, baik masyarakat sipil maupun anggota TNI. Dan masih ada dua orang yang sampai sekarang dicari oleh keluarganya," jelas Frits kepada VOA, Kamis (01/10/2020) malam.
Frits juga menyarankan pemerintah agar melibatkan Komnas HAM dalam tim ini untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran HAM di Kabupaten Intan. Di samping itu, ia menyarankan pemerintah juga mengevaluasi satuan pasukan TNI di luar organik yang berada di Intan Jaya dan sejumlah wilayah Papua lainnya. Menurutnya, pemerintah juga perlu transparan soal jumlah pasukan TNI yang berada di wilayah Papua.
Dua anggota TNI dan dua warga sipil meninggal, termasuk di antaranya Pendeta Yeremia Zanambani yang tertembak pada pertengahan September lalu. TNI menyebut Pendeta Yeremia tewas dibunuh Kelompok Kriminal Bersenjata. Sebaliknya Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) menuding TNI sebagai pelaku pembunuhan.
Tuduhan yang sama juga disampaikan Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) melalui akun Facebook mereka pada Minggu (20/9/2020). GKII menyebut sekitar 7-8 gereja kosong karena semua jemaat lari ke hutan akibat penembakan tersebut.
Partner Sindikasi Konten: VOA
Diterbitkan: www.beritasolo.com
Editor : Aisha Syifa