BERITA SOLO | KARANGASEM — Ada yang berbeda dari pelaksanaan tradisi Siat Api di Desa Selat Duda pada Minggu (19/2/2023), dimana tradisi yang dilaksanakan setiap 1 tahun sekali ini dibuka oleh peresmian Launching buku yang membahas tentang tradisi Siat Api dan juga ditampilkan pertunjukan tari yang menceritakan tentang awal mula atau asal usul tradisi Siat Api.
Seperti yang diketahui, Tradisi berperang menggunakan sarana daun kelapa kering (danyuh/prakpak) yang disulut api ini merupakan rangkaian dari upacara Metabuhin di Pura Puseh/Bale Agung Desa Adat Duda. Tradisi ini diadakan 1 bulan sebelum perayaan Nyepi. Dan rutin dilaksanakan di atas jembatan Tukad Sangsang yang melintasi wilayah Desa Adat Duda yang juga digunakan batas Desa dinas Duda dengan Desa dinas Duda Timur.
Bendesa Desa Adat Duda, I Komang Sujana pada saat pembukaan mengumumkan launching buku yang mengulas tradisi Siat Api.
Barulah, perang api atau Siat Api dilaksanakan oleh Krama Desa Adat Duda yang berasal dari dua Kubu, yakni kubu dari Barat Tukad Sangsang dan Timur Tukad Sangsang.
Dengan berbekal senjata prakpak, mereka berjejer di lebuh paumahan kerama sehabis "metektek prus" yang digunakan untuk melakukan ritual "perang"/"siat" atau memukul lawan. Diiringi tetabuhan baleganjur yang menghentak menyemangati para pemeran dalam atraksi siat api.
Di sinilah bentuk kolaborasi unsur seni dan mistis menyatu padu di senja hari menjelang malam. Apalagi, dijelaskan Sujana jika tradisi siat api dilaksanakan guna menyeimbangkan alam semesta agar terhindar dari hal-hal negatif serta mengusir aura jahat yang dapat mengganggu keharmonisan krama atau warga Desa Adat Duda.
"Meskipun mereka saling pukul menggunakan api, selama ini tidak ada yang sampai mengalami luka-luka serius paling hanya mengalami luka kecil yang beberapa hari kemudian pasti sembuh. Inilah bentuk keajaibannya, tentu ini harus mendapat restu terlebih dahulu," kata Sujana.
Sungguh ajaib, para peserta yang sebelumnya saling pukul menggunakan api, tak mengalami luka yang serius. Jika luka pun, seringkali hanya bercak-bercak merah di punggung dari percikan api lidi prakpak dan kotoran arang prakpak yang digunakan senjata me-siat.
Sementara, salah satu peserta Siat Api, I Wayan Landep (38) mengatakan jika mereka melaksanakan tradisi ini dengan riang gembira dan merasa sangat bersemangat. "Saya harap tahun depan saya dapat ikut melaksanakan tradisi ini," katanya.
Usai melaksanakan perang api, mereka mengatakan tidak ada dendam. Usai acara para peserta dari kedua belah kubu ini kembali bersalaman dan berbaikan. (Ami/bk)