Oleh : Ricky A Daulay, Pemerhati Sepak Bola/Mantan Gelandang Persita Tangerang, yang dikenal dengan panggilan "Uchok"
Sesaat suasana di stadion Abdullah bin Khalifa, Doha, menjadi hening seolah-olah waktu berhenti berputar sejenak. Jantung berdebar kencang dan ketegangan melanda ribuan supporter Tim Nasional (Timnas) Indonesia. Pratama Arhan, dengan langkah mantap, dia menempatkan bola di titik 12 pas, persis di tengah-tengah garis putih.
Pemain Suwon FC ini mengambil beberapa langkah mundur. Mimik wajahnya serius dan tertuju kepada bola yang ada di depannya.
Pratama Arhan kemudian berlari kecil ke arah bola. Sebuah tendangan keras dan akurat, mengarah ke kiri gawang, kiper Korea Selatan, Baek Jong-Beom melompat ke arah kanan dengan usaha terakhir yang sia-sia.
GOLLL… Sorakan gemuruh memenuhi udara saat bola melesat masuk ke dalam gawang. Ekspresi wajah Pratama penuh dengan kegembiraan dan kelegaan, disusul oleh rekan-rekannya yang segera menyambutnya dengan pelukan dan teriakan kegirangan.
Namun, tak hanya di stadion, kegembiraan itu meluas hingga ke rumah-rumah dan hati para pendukung Timnas Indonesia di seluruh penjuru. Di setiap sudut negeri, masyarakat Indonesia yang sedang menonton pertandingan ini dengan penuh harap dan semangat ikut merayakan gol tersebut, menyatukan diri dalam suka cita yang tak terbendung.
Sedangkan di pinggir lapangan, terlihat pelatih Shin Tae-Yong merayakannya bersama official pelatih di pinggir lapangan. Senyum kecil yang menghiasi wajah pelatih asal Korea Selatan ini seperti mengungkapkan kepuasan terhadap kerja keras yang dilakukannya saat ini untuk mengangkat prestasi Timnas Indonesia.
Sejak kedatangannya di akhir tahun 2019, Shin Tae Yong membawa angin segar bagi sepak bola Indonesia. Pelatih asal Korea Selatan ini tak ragu untuk merevolusi Tim Nasional Indonesia (Timnas) dengan dua fokus utama: perubahan komposisi tim dan perubahan cara bermain.
Langkah pertama Shin Tae Yong adalah meremajakan skuat. Ia mencoret pemain-pemain senior langganan Timnas Indonesia yang dianggapnya tidak lagi fit dan menggantinya dengan talenta muda penuh energi. Hal ini terlihat jelas dengan rata-rata usia Timnas yang turun drastis dari 26,5 tahun di era sebelumnya menjadi 23,6 tahun.
Perubahan ini bukan hanya tentang usia, tetapi juga tentang mentalitas dan kebugaran fisik yang kerapkali menjadi faktor utama Timnas Indonesia bersaing di Asia Tenggara dan Asia. Shin Tae Yong menyadari bahwa untuk bersaing di level internasional, Timnas Indonesia memerlukan pemain-pemain yang memiliki fisik prima dan mental yang kuat.
Langkah berani Shin Tae-yong dalam mempromosikan banyak pemain muda ke timnas senior memang menuai pro dan kontra. Di satu sisi, banyak yang mempertanyakan pengalaman dan kemampuan mereka. Di sisi lain, ada yang melihatnya sebagai langkah tepat untuk membangun fondasi timnas yang kuat di masa depan.
Namun, Shin Tae-yong tampaknya memiliki visi yang jelas. Dia memahami bahwa kemunduran sepak bola Indonesia dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh fondasi yang rapuh. Timnas terus menerus mengalami perombakan, tanpa adanya fondasi pemain muda yang solid.
Oleh karena itu, Shin Tae-yong fokus pada membangun fondasi yang kokoh terlebih dahulu. Dia memberikan kesempatan kepada para pemain muda untuk menunjukkan kemampuan mereka dan mendapatkan pengalaman di level senior.
Proses ini memang membutuhkan waktu dan kesabaran. Tidak semua pemain muda mampu beradaptasi dengan cepat. Shin Tae-yong pun tak ragu untuk mencoret pemain yang tidak menunjukkan performa yang memuaskan.
Selain perubahan usia, Shin Tae-yong juga menanamkan filosofi sepak bola baru di Timnas. Ia menginginkan tim yang bermain modern, efektif, dan atraktif untuk ditonton.
Berbeda dengan gaya lama yang mengandalkan umpan panjang dan kecepatan individu, Shin Tae-yong menekankan pada permainan tim yang solid. Pemain didorong untuk bekerja sama, membangun serangan dengan rapi, dan pressing dengan disiplin.
Transformasi ini tidak hanya terjadi di atas kertas. Di lapangan, kita telah melihat perubahan nyata dalam gaya permainan Timnas Indonesia. Sekarang, bukan lagi skema long ball dan mengandalkan kecepatan individual yang menjadi andalan, tetapi lebih ke arah permainan taktis yang efektif. Pressing, build-up serangan, dan pertahanan yang solid menjadi fokus utama dalam taktik dan strategi Timnas di era Shin Tae-yong.
Shin Tae-yong tak hanya membangun fondasi timnas yang kuat. Dia juga menanamkan filosofi sepak bola yang baru kepada para pemain muda ini. Dia ingin mereka bermain dengan penuh semangat, disiplin, dan pantang menyerah.
Satu persatu dari para pemain muda terus terus digenjot kemampuannya. Aspek mental dan skil mereka terus diasah sesuai standar yang ditentukan. Dan juga Shin Tae-yong tak ragu untuk mencoret pemain yang tak mampu beradaptasi dengan pola permainan yang diterapkannya.
Perlahan namun pasti, kerja keras Shin Tae-yong mulai menampakkan hasil. Kerangka dasar timnas mulai terlihat. Pola permainan makin terbentuk. Chemistry diantara pemain lokal dan naturalisasi pun mulai terjalin dan terus menunjukkan perkembangan signifikan.
Ya, bersama Shin Tae-yong, terlihat sekali para pemain merasa sangat nyaman. Kepercayaan diri mereka terus didongkrak dan mereka kini berani untuk bermimpi lebih tinggi.
Peringkat FIFA
Pencapaian Shin Tae-yong tidak hanya terbatas pada keberhasilan tim di turnamen internasional, tapi juga terlihat dari lonjakan peringkat FIFA Timnas Indonesia. Sejak Juni 2021, peringkat FIFA Timnas Indonesia melonjak dari 173 ke 134 dunia (April 2024) dalam waktu tiga tahun.
Dalam 25 tahun terakhir, hanya Rusdy Bahalwan mampu mencapai prestasi serupa dengan mengerek peringkat Timnas Indonesia dari 120 ke 76 dunia pada tahun 1998.
Ketika membesut Timnas Indonesia pada 1997-1998, Rusdy Bahalwan membuat Timnas Indonesia naik 44 peringkat dari tangga 120 ke 76 dunia. Dan ini merupakan pencapaian terbaik Timnas Indonesia di ranking FIFA yang dicapai pada September 1998.
Setelah Rusdy Bahalwan dan sebelum Shin Tae-yong, tak ada pelatih yang benar-benar dikategorikan berhasil ketika membesut Timnas Indonesia.
Ivan Kolev, di periode pertama menangani Timnas Indonesia dari November 2001 hingga Agustus 2004, peringkat FIFA skuad Garuda malah mengalami penurunan. Setelah menempati posisi 89 dunia pada November 2001, peringkat FIFA Timnas Indonesia turun ke tangga 92 dunia pada Agustus 2004.
Sedangkan Peter White, pelatih yang menangani Timnas Indonesia pada Januari 2004 hingga Januari 2007, ranking FIFA Timnas Indonesia malah merosot 58 anak tangga, yakni dari peringkat 91 ke 149 dunia.
Mungkin hanya Luis Milla yang bisa mendekati pencapaian Shin Tae-yong dalam hal peningkatan posisi di ranking FIFA. Selama menjabat sebagai pelatih Timnas Indonesia pada Januari 2017 hingga Oktober 2018, peringkat FIFA skuad Garuda naik 13 posisi, tepatnya dari tangga 173 ke 160.
Dengan jejak karier gemilang yang telah diukirnya, Shin Tae-yong bukan hanya menjadi pelatih terbaik Timnas Indonesia dalam dua dekade terakhir, tetapi juga sosok yang mengilhami perubahan besar dalam dunia sepak bola Indonesia.
Transformasi yang diinisiasinya telah membawa harapan baru bagi masa depan sepak bola Tanah Air. Sebagai penggemar sepak bola, kita dapat dengan bangga menyaksikan perjalanan luar biasa ini dan menantikan pencapaian lebih besar yang akan datang bersama Shin Tae-yong dan Timnas Indonesia.
Seperti yang dikatakan oleh banyak orang, masa depan sepak bola Indonesia terlihat semakin cerah di bawah kepemimpinan dan visi Shin Tae-yong. SEMOGA!(rls/by)