BERITA SOLO | Marhaenisme, yang berakar dari ajaran Bung Karno, menekankan kemandirian ekonomi bagi kaum kecil (Marhaen) serta pemerataan hasil pembangunan untuk semua lapisan masyarakat. Prinsip ini menempatkan rakyat sebagai subjek pembangunan, bukan sekadar objek.
Dalam konteks kepemimpinan Prabowo Subianto, cita-cita untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% dalam beberapa tahun ke depan bisa menjadi bahan diskusi menarik jika dilihat dari perspektif Marhaenisme.
Prabowo telah menegaskan keyakinannya bahwa Indonesia mampu mencapai target pertumbuhan ekonomi hingga 8%. Strateginya mencakup tiga jalur utama: memperkuat sektor hilirisasi, memberdayakan UMKM, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Fokus utama kebijakannya adalah pada sektor energi terbarukan, seperti pemanfaatan minyak kelapa sawit untuk produksi biodiesel, serta hilirisasi nikel untuk industri kendaraan listrik. Indonesia, yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, berupaya menjadi pemain kunci dalam rantai pasok global industri kendaraan listrik, yang diharapkan dapat menjadi salah satu pendorong utama ekonomi.
Meski demikian, tantangan yang dihadapi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% tidaklah ringan. Banyak ekonom menganggap target ini terlalu ambisius mengingat kondisi ekonomi global yang belum stabil dan potensi dampak resesi.
Selama pemerintahan Jokowi, meski berbagai upaya telah dilakukan, pertumbuhan ekonomi hanya berkisar antara 5% hingga 5,5%, jauh di bawah target yang diinginkan. Untuk mencapai 8%, Indonesia membutuhkan reformasi besar-besaran dalam berbagai bidang, termasuk birokrasi, investasi, serta hukum dan politik.
Salah satu kunci sukses yang ditawarkan Prabowo adalah penurunan Incremental Capital Output Ratio (ICOR), indikator yang mengukur efisiensi penggunaan modal. Saat ini, ICOR Indonesia berada di angka 6, yang berarti setiap satu unit pertumbuhan membutuhkan enam unit investasi. Agar target 8% bisa tercapai, Prabowo perlu menurunkan ICOR menjadi di bawah 4. Selain itu, menjaga daya beli masyarakat, memperbaiki iklim investasi, dan meningkatkan produktivitas industri adalah beberapa prioritas yang perlu ditekankan.
Namun, jika ditinjau dari perspektif Marhaenisme, pertanyaan yang muncul adalah: bagaimana dampak kebijakan ini terhadap rakyat kecil? Prabowo telah merencanakan program makan bergizi gratis yang ditargetkan untuk 82 juta rakyat, mencakup anak-anak, balita, ibu hamil, serta santri. Program ini berpotensi menciptakan multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi lokal, karena bahan pangan yang digunakan akan bersumber dari petani, peternak, dan nelayan lokal. Dengan demikian, hal ini sesuai dengan semangat Marhaenisme, yang menekankan pemberdayaan ekonomi rakyat kecil sebagai pilar utama pembangunan.
Di sisi lain, industri hilirisasi dan kendaraan listrik juga berpeluang membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana kebijakan ini bisa menyentuh rakyat kecil secara langsung. Dalam pandangan Marhaenisme, pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus berkelindan dengan pemerataan kesejahteraan. Tanpa upaya serius untuk menekan kesenjangan ekonomi, pertumbuhan yang dikejar bisa berakhir hanya dinikmati oleh segelintir elit.
Sektor UMKM juga menjadi perhatian besar dalam strategi Prabowo. Dengan memberdayakan UMKM, pemerintah berusaha memperkuat fondasi ekonomi yang berbasis pada partisipasi rakyat. UMKM selama ini terbukti menjadi penyangga ekonomi nasional, khususnya dalam situasi krisis. Prabowo berharap dengan adanya dukungan teknologi dan modal, UMKM bisa lebih terintegrasi dalam rantai pasok global dan menjadi penggerak utama ekonomi.
Terlepas dari optimisme tersebut, banyak kalangan meragukan apakah target ini realistis dicapai dalam jangka waktu dua hingga tiga tahun, seperti yang diharapkan. Dibutuhkan perubahan mendasar di berbagai sektor, termasuk penguatan institusi, pengurangan regulasi yang menghambat investasi, serta peningkatan daya saing SDM. Tanpa langkah-langkah tersebut, pencapaian target ini akan sulit terealisasi.
Sebagai kesimpulan, dalam konteks Marhaenisme, target pertumbuhan ekonomi 8% ala Prabowo harus didorong oleh kebijakan yang tidak hanya fokus pada angka, tetapi juga pada bagaimana manfaat dari pertumbuhan tersebut bisa dirasakan oleh seluruh rakyat, khususnya kaum Marhaen. Reformasi struktural yang serius, peningkatan daya saing, serta program-program yang langsung menyentuh rakyat kecil seperti pemberdayaan UMKM dan program makan bergizi gratis, merupakan langkah awal yang sejalan dengan semangat ekonomi kerakyatan. Hanya dengan begitu, target ambisius ini dapat membawa manfaat nyata bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya bagi mereka yang berada di puncak piramida ekonomi.
Kreator: Dimas Muhammad Erlangga